Kamis, 20 April 2017

Makalah Kasus Newmont Minahasa Raya



NEWMONT MINAHASA RAYA TELUK BUYAT

kasus
Disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Etika Bisnis
Disusun oleh :
1.      Lia Oktavia Safira       (0116059031)
2.      Harla Okti Rosita        (0116059731)
3.      Riski Arwiyanto          (0116059751)
4.      Dandi Setyawan         (0116060441)
5.      Nadya P. Savira          (0116060771)
6.      Ianatul Millah              (0116062591)

Kelompok 3
Manajemen 2 Pagi F
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEKALONGAN


1.      Kasus tentang apa, ceritakan dengan ringkas.
Jawab : Pencemaran di Teluk Buyat terjadi karena adanya pembuangan tailing oleh PT. NMR. Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya tekanan air. Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing.
Hal-hal yang menjadi hambatan dalam penyelesaian kasus Buyat sehingga tidak tercapai keadilan masyarakat, diantaranya: tidak sinkronnya hasil Penelitian/ Laboratorium antara pihak pemerintah dengan pihak PT. NMR, yang berarti ada manipulasi data, pemerintah yang kurang tanggap terhadap gejala akan terjadinya pencemaran lingkungan, dan kurang tegasnya pemerintah dalam menegakkan hukum lingkungan di wilayahnya sendiri.
Beberapa langkah penanganan terhadap Kasus pencemaran di Buyat yang seharusnya dilakukan adalah :
·         Kementerian Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan pengobatan dan bila perlu pencegahan.
·         Membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Tim ini beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah, LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan bekerjasama dengan Tim Independen ditingkat Daerah.
·         Memberikan informasi kepada masyarakat secara terus menerus.
·         Penegakan hukum terhadap pihak yang melanggar.
2.      Apa yang menjadi latar belakang dari peristiwa tersebut?
Jawab : Nama Buyat mencuat setelah munculnya keluhan penyakit yang diduga Minamata yang diderita sejumlah warga di Desa Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat bernama sama di Jepang. Peristiwa di Teluk Buyat diakibatkan karena adanya cemaran merkuri yang diduga berasal dari operasi sebuah perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari. Bukan itu saja, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut dan bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat,  tepatnya masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante. Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk bencana ekologis yang merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita melindungi bumi Sulut sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan ekosistem laut akibat timbunan tailing yang mengandung logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni masyarakat sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat menggantungkan hidupnya dari hasil laut perairan tersebut. Barangkali kontaminasi itupun telah tersebar di sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui ikan-ikan yang telah dikonsumsi karena dampak pencemaran ini secara ekologi akan melintasi wilayah administrasi suatu wilayah. Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak tahun 2000 semua itu sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak melakukan pencemaran di perairan Teluk Buyat.
3.      Bagaimana kronologi kasus tersebut?
Jawab : PT. Newmont Minahasa Raya merupakan perusahaan pertambangan yang bekerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing. Markas Induk PT. NMR, selanjutnya dikenal dengan Newmont Gold Company (NGC) berada di Denver, Colorado, Amerika Serikat. NGC menempati posisi lima produsen emas dunia. Selain PT. NMR, di Indonesia perusahaan ini juga berkegiatan di Sumbawa, Nusa Tengara Barat dengan nama PT. Newmont Nusa Tenggara. Proyek Newmont antara lain tersebar di Kazakhtan, Kyryzstan, Uzbekistan, Peru, Brasilia, Myanmar dan Nevada.
Pencemaran dan Dampak akibat kegiatan penambangan PT. NMR terjadi mulai tahun 1996–1997 dengan 2000-5000 kubik ton limbah setiap hari di buang oleh PT. NMR ke perairan di teluk Buyat yang di mulai sejak Maret 1996. Menurut PT. NMR, buangan limbah tersebut, terbungkus lapisan termoklin pada kedalaman 82 meter. Nelayan setempat sangat memprotes buangan limbah tersebut. Apalagi diakhir Juli 1996, nelayan mendapati puluhan bangkai ikan mati mengapung dan terdampar di pantai. Kematian misterius ikan-ikan ini berlangsung sampai Oktober 1996. Kasus ini terulang pada bulan juli 1997. Kematian ikan-ikan yang mati misterius ini, oleh beberapa nelayan dan aktivis LSM di bawa ke laboratorium Universitas Sam Ratulangi Manado dan Laboratorium Balai Kesehatan Manado, tetapi kedua laboratorium tersebut menolak untuk meneliti penyebab kematian ikan-ikan tersebut. Hal yang sama PT. NMR berjanji untuk membawa contoh ikan mati tersebut ke Bogor dan Australia untuk diteliti tetapi dalam kenyataannya penyebab kematian dan terapungnya ratusan ikan tersebut belum pernah di sampaikan pada masyarakat. Padahal PT. NMR sendiri, mulai melakukan analisis dalam daging dan hati beberapa jenis ikan di Teluk Buyat sejak 1 November 1995. Ini rutin tercatat setiap bulannya.
Kemudian pada tanggal 19 juni 2004, Yayasan Suara Nurani (YSN) dengan dr. Jane Pangemanan, Msi bersama-sama dengan 8 mahasiswa Pasca Sarjana Kedokteran jurusan Kesehatan Masyarakat melalui Program Perempuan, melaksanakan kegiatan program pengobatan gratis untuk warga korban tambang khususnya di Buyat pante (Lakban) Ratatotok Timur Kab. Minahasa Selatan, dan dari hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa 93 orang yang diteliti menunjukkan keluhan atau penyakit yang diderita seperti sakit kepala, batuk, beringus, demam, gangguan daya ingat, sakit perut, sakit maag, sesak napas, gatal-gatal dan lain-lain. Diagnosa yang disimpulkan oleh dr Jane Pangemanan, adalah warga Buyat Pantai menderita keracunan logam berat. Keracunan yang di derita warga desa Buyat Pantai ini, ternyata sudah dibuktikan oleh penelitian seorang Dosen Fakultas Perikanan Ir. Markus Lasut MSc, dimana pada bulan Februari 2004, dari hasil penelitian terhadap 25 orang (dengan mengambil rambut warga) terbukti bahwa, 25 orang tersebut sudah ada kontaminasi merkuri dalam tubuh mereka. Polemik tentang Penyakit akibat limbah NMR ini berkembang menjadi tajam, karena pihak Pemerintah dan Dinas Kesehatan terang-terangan membela PT. NMR dengan mengatakan tidak ada pencemaran.
Jangan jadikan kami musuh, jangan jadikan kami kelinci percobaan. Seperti batu kami adalah penonton atas perubahan yang tidak kami kehendaki.”
Kemudian pihak pemerintah didalamnya Menteri Negara Lingkungan Hidup menyelesaikan permasalahan ini memalui jalur non – litigasi  terhadap PT. NMR dengan meminta ganti kerugian sebesar  124 juta dolar AS sebagai ganti rugi akibat turunnya mutu lingkungan dan kehidupan warga Buyat yang menjadi korban akibat kegiatan tambang newmont. Pihak  PT. NMR hanya sanggup membayar 30 juta dolar AS, dan penyelesaian melalui jalur non litigasi tersebut pun dianggap sebagai jalan keluar yang tepat. Namun pada tahun 2005 kasus ini masuk ke jalur pidana, dimana surat pelimpahan perkara dari Kejaksaan Negeri Tondano atas perkara No. Reg. B1436R112. TP207/2005 yang diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri Manado pada tanggal 11 Juli 2005 dan hal ini telah sesuai berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. KMA033/SK04/2005 yang menyatakan bahwa kewenangan mengadili dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Manado.
Selanjutnya persidangan kasus ini dimulai pada tanggal 5 Agustus 2005 dengan agenda pembacaan Surat Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dan berakhir pada tanggal 24 April 2007 dengan agenda pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim. Kasus ini menarik perhatian publik karena merupakan kasus dengan masa sidang terlama untuk kasus pencemaran lingkungan di Indonesia serta menghadirkan sekitar 61 orang saksi serta ahli, dengan perincian 34 saksi/ahli dihadirkan JPU dan 27 saksi/ahli dihadirkan oleh terdakwa. Selain saksi dihadirkan juga alat bukti berupa surat, ada 42 alat bukti surat dari JPU dan 107 alat bukti surat yang dihadirkan oleh kedua terdakwa. Dalam UU No. 23 Tahun 1997 dikenal dengan adanya pembuktian terbalik dimana terdakwalah yang dikenai beban untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sebagaimana yang disangkakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Walaupun demikian, di Indonesia pembuktian terbalik itu tidak murni sebagaimana terlihat dalam kasus ini, dimana Jaksa Penuntut Umum juga memberikan pembuktian dengan menghadirkan saksi ahli dan beberapa alat bukti surat berupa hasil penelitian yang dilakukan. Kemudian dalam Tuntutannya Jaksa Penuntut Umum menuntut PT. NMR telah melanggar Pasal 41 Ayat 1 Junto Pasal 45, Pasal 46 Ayat 1, dan Pasal 47 UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam hukum pidana yang dianut oleh Indonesia, bukan hanya orang yang bisa didakwa tetapi juga badan, sehingga ini juga merupakan kasus kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Sementara pada Richard Bruce Ness, selaku Presiden Direktur yang bertanggung jawab terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh PT. NMR, di tuntut dengan Pasal 41 Ayat 1 dan Pasal 42 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 1997.
Namun pada tanggal 24 April 2007 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado memvonis bebas murni Terdakwa I PT. Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II Richard B. Ness dari tuntutan pencemaran lingkungan. Dalam Amar Putusannya Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa I PT Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II, Richard Bruce Ness, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dawaan primair, dakwaan subsidair, dakwaan lebih subsidair, dakwaan lebih subsidair lagi, dan tuntutan jaksa penuntut umum, menyatakan membebaskan terdakwa I PT. Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II Richard Bruce Ness dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, menyatakan memulihkan hak terdakwa I PT. Newmont Minahasa Raya dan terdakwa II Richard Bruce Ness dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya, dan membebankan biaya perkara kepada negara.
4.      Pihak-pihak yang terlibat dan jelaskan kedudukan serta peran masing-masing pihak!
Jawab :
·         PT. Newmont Minahasa Raya : berperan sebagai pihak yang dituduh mencemari Teluk Buyat.
·         Warga Teluk Buyat : warga yang telah berhasil dihasut oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
·         Pemerintah Indonesia : yang bertanggung jawab dalam pemberian izin pembuangan limbah PT. NMR.
·         Richard Bruce Ness (Presiden Direktur PT. NMR) : orang yang dituduh dan bertanggung jawab dalam kasus pencemaran Teluk Buyat.
·         WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) : pihak yang menggugat PT. NMR.
·         LSM : pihak yang menuduh bahwa PT. NMR telah melakukan pencemaran di Teluk Buyat.
5.      Bagaimana penyelesaian kasus tersebut?
Jawab : Pada Desember 2011 lalu Kasus ini dikaji kembali, karena disamakan dengan penyakit Minamata di Jepang, didatangi oleh Tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Tim telah meneliti perkembangan terkini Desa Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Boltim. Menurut Koordinator Tim Kemenkes dr Suprianto Margono, penelitian untuk menguji lingkungan Buyat,  untuk menunjang program penurunan angka kesakitan dan peningkatan umur harapan hidup masyarakat.“Dalam penelitian ini, kami sudah mengambil beberapa sampel yang akan diuji langsung di laboratorium di Jakarta. Seperti sampel air sungai, ari laut, sampel lumpur, sampel udara dan sampel sayur-sayuran,” ujarnya.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Boltim pun ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini dengan menurunkan tim Mobile Medical Centre (MMC) ke Buyat. Tim lokal sekaligus  untuk pelayanan kesehatan gratis. “Penerimaan masyarakat sangat baik. Terbukti 140 orang telah berobat dengan berbagai keluhan. Umumnya sakit yang mendominasi seperti ISPA dengan 31 kasus, Myalgia 19 kasus, dan Hipertensi 18 kasus,” terang Kadis Kesehatan Boltim dr Jusnan C Mokoginta MARS.
Perdamaian Antara Pemerintah dengan Newmont
Komisi Lingkungan DPR mempersoalkan langkah pemerintah berdamai dengan PT Newmont Minahasa Raya dengan membuat good will agreement dalam kasus mencemarkan lingkungan di Buyat Pante, Minahasa.
Pemerintah, meneken goodwill agreement dengan Newmont. Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie, dan Wakil Presiden Newmont, Robert Gallagher.
Negosiasi antara pemerintah dan Newmont yang ditandai dengan pemberian ganti rugi US$ 30 juta adalah pilihan pahit yang harus diambil. Pemerintah pesimistis memenangkan gugatan banding setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Newmont. Jika banding kalah, pemerintah wajib merehabilitasi nama Newmont di mata dunia yang memerlukan biaya mahal. Mestinya, pemerintah melakukan gugatan bandingnya karena putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan janggal. Dalam keputusannya, hakim menilai Menteri Lingkungan Hidup tak bisa mewakili pemerintah dalam sengketa.
Dengan ‘transaksi’ 30 juta USD antara NMR dengan pemerintah tersebut maka gugatan pemerintah kepada NMR berhenti. Kasus publik yang menyangkut kepentingan rakyat berubah menjadi urusan ‘perdata privat’ antara pemerintah dengan NMR.
6.      Simpulkan kasus tersebut dari kacamata etika bisnis dan termasuk dalam pelanggaran etika yang seperti apa?
Jawab : Ditinjau dari teori utilitarisme praktek  yang dilakukan PT. NMR amat bertentangan, tentunya kebijakan PT. NMR dalam membuang tailing ke dasar perairan teluk buyat hanya menguntungkan segelintir orang saja, yakni para kapitalis yang mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain. Kalau kita cermati kelompok yang dirugikanlah yang lebih besar, bukan hanya masyarakat disekitar Teluk Buyat saat itu, melainkan generasi-generasi yang akan datang di daerah tersebut serta masyarakat dan bangsa indonesia secara kesleuruhan.
Belum lagi kalau kita berkaca pada teori Deontologi, tentunya apa yang dilakukan oleh NMR sangat bertentangan, jika NMR tulus menjalankan misinya sebagai perusahaan yang peduli terhadap lingkungan, maka sudah menjadi kewajibannyalah untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem kerja, sistem pembuangan limbahnya, sikap terhadap masyarakat sekitar, serta melakukan rehabilitasi setelah ditinggalkan, karena memang itulah kewajibannya!
Dalam Teori Hak disebutkan bahwa secara individual siapapun tidak pernah boleh dikorbankan demi mencapai tujuannya. Hal ini tentunya telah dilanggar oleh NMR, yakni hak-hak masyarakat untuk hidup nyaman, sejahtera, sehat dan layak. Belum lagi hak alam yang telah dilanggar dengan melakukan eksploitasi untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berkaca pada teori keadilan Distributif yang dikemukakan oleh Beauchamp dan Bowie, tentunya semua kegiatan negatif NMR telah bertentangan terutama dengan prinsip hak. Dalam teori tanggung jawab sosial, selain berorientasi ekonomis, saat ini perusahaan haruslah memiliki orientasi sosial, tentunya aktivitas-aktivitas yang dimaksud untuk kepentingan masyarakat disekitar perusahaan itu berada. PT. NMR sepertinya telah memperlihatkan dirinya sebagai perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial, diantaranya melalui kegiatan santunan terhadap masyarakat sekitar. Namun sepertinya kegiatan seperti itu dilakukan sekedar untuk mencuci nama NMR yang tercoreng akibat kegiatannya yang telah mencemari lingkungan.
Memandang aktivitas PT. NMR dari sudut Keadilan Kompensatoris, pencemaran lingkungan lingkungan yang dilakukan oleh NMR jelas-jelas amat merugikan bagi masyarakat, syarat-syarat untuk menerapkan agar kewajiban kompensatoris telah berlaku dalam kasus ini. Pertama, tindakan yang dilakukan oleh PT. NMR merupakan tindakan yang salah karena telah merugikan masyarakat sekitar akibat terjadinya pencemaran terhadap lingkungan serta beberapa efek negatif terhadap penghidupan serta kehidupan masyarakat sekitar. Selain itu kerugian yang diderita oleh masyarakat disinyalir akibat kelalaian PT. NMR dalam membuang tailingnya kelaut (atau mungkin untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya hal ini disengaja). Kedua, perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian, untuk hal yang kedua ini sudah terbukti dan tidak terbantahkan lagi bahwa apa yang dilakukan oleh PT. NMR daerah Teluk Buyat telah merugikan masyarakat. Ketiga, kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas. PT. NMR merupakan suatu badan usaha yang independen dalam arti berusaha sendiri, melakukan aktivitas bisnis secara sadar, serta tentunya mengetahui apa yang baik dan buruk bagi lingkungannya.
Untuk itu sutu kompensasi patut diterima oleh masyarakat sekitar, tentuunya kompensasi itu diwujudkan oleh PT. NMR tidak hanya menyangkut dengan jumlah nominal terhadap masyarakat saja, melainkan kompensasi atas alam yang telah dicemari, yakni dengan melakukan rehabilitasi yang sebaik-baiknya. Sehingga dikemudian hari lingkungan yang telah ditambang (dieksploitasi), minimal mendekati kondisi sebelum ditambang.


DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar