NEWMONT MINAHASA RAYA TELUK BUYAT
kasus
Disusun
untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Etika Bisnis
Disusun
oleh :
1.
Lia Oktavia Safira (0116059031)
2.
Harla Okti Rosita (0116059731)
3.
Riski Arwiyanto (0116059751)
4.
Dandi Setyawan (0116060441)
5.
Nadya P. Savira (0116060771)
6.
Ianatul Millah (0116062591)
Kelompok 3
Manajemen 2 Pagi F
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
1.
Kasus tentang apa, ceritakan dengan ringkas.
Jawab : Pencemaran di Teluk Buyat terjadi
karena adanya pembuangan tailing oleh
PT. NMR. Tailing merupakan batuan dan
tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas
dan bijih tembaga. Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang
yang mengandung merkuri yang tinggi. Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan
dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa
pipa limbah bawah laut yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10
meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus
1998 akibat kuatnya tekanan air. Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan
bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat. Tailing
tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain. Dari berbagai
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat
terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi
tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing.
Hal-hal yang menjadi hambatan dalam penyelesaian kasus Buyat sehingga tidak
tercapai keadilan masyarakat, diantaranya: tidak sinkronnya hasil Penelitian/
Laboratorium antara pihak pemerintah dengan pihak PT. NMR, yang berarti ada
manipulasi data, pemerintah yang kurang tanggap terhadap gejala akan terjadinya
pencemaran lingkungan, dan kurang tegasnya pemerintah dalam menegakkan hukum
lingkungan di wilayahnya sendiri.
Beberapa langkah penanganan terhadap Kasus pencemaran di Buyat yang
seharusnya dilakukan adalah :
·
Kementerian
Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan
pengobatan dan bila perlu pencegahan.
·
Membentuk tim
untuk melakukan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim
Teknis. Tim ini beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah,
LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan bekerjasama
dengan Tim Independen ditingkat Daerah.
·
Memberikan
informasi kepada masyarakat secara terus menerus.
·
Penegakan hukum
terhadap pihak yang melanggar.
2. Apa yang
menjadi latar belakang dari peristiwa tersebut?
Jawab : Nama Buyat mencuat setelah munculnya keluhan penyakit yang diduga Minamata
yang diderita sejumlah warga di Desa Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit
minamata merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh cemaran merkuri di
sebuah tempat bernama sama di Jepang. Peristiwa di Teluk Buyat diakibatkan
karena adanya cemaran merkuri yang diduga berasal dari operasi sebuah
perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya
(NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000
ton tailing setiap hari. Bukan itu
saja, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang menggantungkan hidupnya
dari hasil laut dan bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan
kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem
Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan
berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup
sebagian masyarakat Desa Buyat, tepatnya
masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante. Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk
bencana ekologis yang merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita
melindungi bumi Sulut sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan ekosistem
laut akibat timbunan tailing yang
mengandung logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni
masyarakat sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat
menggantungkan hidupnya dari hasil laut perairan tersebut. Barangkali
kontaminasi itupun telah tersebar di sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui
ikan-ikan yang telah dikonsumsi karena dampak pencemaran ini secara ekologi
akan melintasi wilayah administrasi suatu wilayah. Pencemaran logam berat
terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR sudah jelas-jelas terbaca
pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak tahun 2000 semua itu sudah terlihat,
namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak melakukan pencemaran di
perairan Teluk Buyat.
3. Bagaimana
kronologi kasus tersebut?
Jawab : PT. Newmont Minahasa
Raya merupakan perusahaan pertambangan yang bekerja sama dengan Pemerintah
Republik Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing. Markas Induk PT. NMR,
selanjutnya dikenal dengan Newmont Gold Company (NGC) berada di Denver, Colorado,
Amerika Serikat. NGC menempati posisi lima produsen emas dunia. Selain PT. NMR,
di Indonesia perusahaan ini juga berkegiatan di Sumbawa, Nusa Tengara Barat
dengan nama PT. Newmont Nusa Tenggara. Proyek Newmont antara lain tersebar di
Kazakhtan, Kyryzstan, Uzbekistan, Peru, Brasilia, Myanmar dan Nevada.
Pencemaran dan Dampak akibat kegiatan penambangan PT. NMR terjadi
mulai tahun 1996–1997 dengan 2000-5000 kubik ton limbah setiap hari di buang oleh
PT. NMR ke perairan di teluk Buyat yang di mulai sejak Maret 1996. Menurut PT.
NMR, buangan limbah tersebut, terbungkus lapisan termoklin pada kedalaman 82
meter. Nelayan setempat sangat memprotes buangan limbah tersebut. Apalagi
diakhir Juli 1996, nelayan mendapati puluhan bangkai ikan mati mengapung dan terdampar
di pantai. Kematian misterius ikan-ikan ini berlangsung sampai Oktober 1996.
Kasus ini terulang pada bulan juli 1997. Kematian ikan-ikan yang mati misterius
ini, oleh beberapa nelayan dan aktivis LSM di bawa ke laboratorium Universitas
Sam Ratulangi Manado dan Laboratorium Balai Kesehatan Manado, tetapi kedua
laboratorium tersebut menolak untuk meneliti penyebab kematian ikan-ikan
tersebut. Hal yang sama PT. NMR berjanji untuk membawa contoh ikan mati
tersebut ke Bogor dan Australia untuk diteliti tetapi dalam kenyataannya
penyebab kematian dan terapungnya ratusan ikan tersebut belum pernah di
sampaikan pada masyarakat. Padahal PT. NMR sendiri, mulai melakukan analisis
dalam daging dan hati beberapa jenis ikan di Teluk Buyat sejak 1 November 1995.
Ini rutin tercatat setiap bulannya.
Kemudian pada tanggal 19 juni
2004, Yayasan Suara Nurani (YSN) dengan dr. Jane Pangemanan, Msi bersama-sama
dengan 8 mahasiswa Pasca Sarjana Kedokteran jurusan Kesehatan Masyarakat
melalui Program Perempuan, melaksanakan kegiatan program pengobatan gratis
untuk warga korban tambang khususnya di Buyat pante (Lakban) Ratatotok Timur
Kab. Minahasa Selatan, dan dari hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa 93
orang yang diteliti menunjukkan keluhan atau penyakit yang diderita seperti
sakit kepala, batuk, beringus, demam, gangguan daya ingat, sakit perut, sakit
maag, sesak napas, gatal-gatal dan lain-lain. Diagnosa yang disimpulkan oleh dr
Jane Pangemanan, adalah warga Buyat Pantai menderita keracunan logam berat.
Keracunan yang di derita warga desa Buyat Pantai ini, ternyata sudah dibuktikan
oleh penelitian seorang Dosen Fakultas Perikanan Ir. Markus Lasut MSc, dimana
pada bulan Februari 2004, dari hasil penelitian terhadap 25 orang (dengan
mengambil rambut warga) terbukti bahwa, 25 orang tersebut sudah ada kontaminasi
merkuri dalam tubuh mereka. Polemik tentang Penyakit akibat limbah NMR ini
berkembang menjadi tajam, karena pihak Pemerintah dan Dinas Kesehatan
terang-terangan membela PT. NMR dengan mengatakan tidak ada pencemaran.
“Jangan jadikan kami musuh,
jangan jadikan kami kelinci percobaan. Seperti batu kami adalah penonton atas
perubahan yang tidak kami kehendaki.”
Kemudian pihak pemerintah
didalamnya Menteri Negara Lingkungan Hidup menyelesaikan permasalahan ini
memalui jalur non – litigasi terhadap PT. NMR dengan meminta ganti
kerugian sebesar 124 juta dolar AS sebagai ganti rugi akibat turunnya
mutu lingkungan dan kehidupan warga Buyat yang menjadi korban akibat kegiatan
tambang newmont. Pihak PT. NMR hanya sanggup membayar 30 juta dolar AS,
dan penyelesaian melalui jalur non litigasi tersebut pun dianggap sebagai jalan
keluar yang tepat. Namun pada tahun 2005 kasus ini masuk ke jalur pidana,
dimana surat pelimpahan perkara dari Kejaksaan Negeri Tondano atas perkara No.
Reg. B1436R112. TP207/2005 yang diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri Manado
pada tanggal 11 Juli 2005 dan hal ini telah sesuai berdasarkan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI No. KMA033/SK04/2005 yang menyatakan bahwa kewenangan
mengadili dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Manado.
Selanjutnya persidangan kasus
ini dimulai pada tanggal 5 Agustus 2005 dengan agenda pembacaan Surat Dakwaan
oleh Jaksa Penuntut Umum dan berakhir pada tanggal 24 April 2007 dengan agenda
pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim. Kasus ini menarik perhatian publik karena
merupakan kasus dengan masa sidang terlama untuk kasus pencemaran lingkungan di
Indonesia serta menghadirkan sekitar 61 orang saksi serta ahli, dengan
perincian 34 saksi/ahli dihadirkan JPU dan 27 saksi/ahli dihadirkan oleh
terdakwa. Selain saksi dihadirkan juga alat bukti berupa surat, ada 42 alat
bukti surat dari JPU dan 107 alat bukti surat yang dihadirkan oleh kedua
terdakwa. Dalam UU No. 23 Tahun 1997 dikenal dengan adanya pembuktian terbalik
dimana terdakwalah yang dikenai beban untuk membuktikan bahwa dirinya tidak
bersalah sebagaimana yang disangkakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Walaupun
demikian, di Indonesia pembuktian terbalik itu tidak murni sebagaimana terlihat
dalam kasus ini, dimana Jaksa Penuntut Umum juga memberikan pembuktian dengan
menghadirkan saksi ahli dan beberapa alat bukti surat berupa hasil penelitian
yang dilakukan. Kemudian dalam Tuntutannya Jaksa Penuntut Umum menuntut PT. NMR
telah melanggar Pasal 41 Ayat 1 Junto Pasal 45, Pasal 46 Ayat 1, dan Pasal 47
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam hukum pidana
yang dianut oleh Indonesia, bukan hanya orang yang bisa didakwa tetapi juga
badan, sehingga ini juga merupakan kasus kejahatan lingkungan yang dilakukan
oleh perusahaan. Sementara pada Richard Bruce Ness, selaku Presiden Direktur
yang bertanggung jawab terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh PT. NMR, di
tuntut dengan Pasal 41 Ayat 1 dan Pasal 42 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 1997.
Namun pada tanggal 24
April 2007 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado memvonis bebas murni Terdakwa
I PT. Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II Richard B. Ness dari tuntutan
pencemaran lingkungan. Dalam Amar Putusannya Majelis Hakim menyatakan bahwa
Terdakwa I PT Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II, Richard Bruce Ness, tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam
dawaan primair, dakwaan subsidair, dakwaan lebih subsidair, dakwaan lebih
subsidair lagi, dan tuntutan jaksa penuntut umum, menyatakan membebaskan terdakwa
I PT. Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II Richard Bruce Ness dari seluruh
dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, menyatakan memulihkan hak terdakwa I PT. Newmont
Minahasa Raya dan terdakwa II Richard Bruce Ness dalam kemampuan, kedudukan,
dan harkat serta martabatnya, dan membebankan biaya perkara kepada negara.
4. Pihak-pihak yang terlibat dan jelaskan
kedudukan serta peran masing-masing pihak!
Jawab :
·
PT. Newmont Minahasa Raya : berperan
sebagai pihak yang dituduh mencemari Teluk Buyat.
·
Warga Teluk Buyat : warga yang telah
berhasil dihasut oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
·
Pemerintah Indonesia : yang bertanggung
jawab dalam pemberian izin pembuangan limbah PT. NMR.
·
Richard Bruce Ness (Presiden Direktur
PT. NMR) : orang yang dituduh dan bertanggung jawab dalam kasus pencemaran
Teluk Buyat.
·
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia) : pihak yang menggugat PT. NMR.
·
LSM : pihak yang menuduh bahwa PT. NMR
telah melakukan pencemaran di Teluk Buyat.
5. Bagaimana penyelesaian kasus tersebut?
Jawab : Pada Desember
2011 lalu Kasus ini dikaji kembali, karena disamakan dengan penyakit Minamata
di Jepang, didatangi oleh Tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Tim telah meneliti perkembangan terkini Desa Buyat, Kecamatan Kotabunan,
Kabupaten Boltim. Menurut Koordinator Tim Kemenkes dr Suprianto Margono,
penelitian untuk menguji lingkungan Buyat, untuk menunjang program
penurunan angka kesakitan dan peningkatan umur harapan hidup masyarakat.“Dalam
penelitian ini, kami sudah mengambil beberapa sampel yang akan diuji langsung
di laboratorium di Jakarta. Seperti sampel air sungai, ari laut, sampel lumpur,
sampel udara dan sampel sayur-sayuran,” ujarnya.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Boltim pun ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini
dengan menurunkan tim Mobile Medical Centre (MMC) ke Buyat. Tim lokal
sekaligus untuk pelayanan kesehatan gratis. “Penerimaan masyarakat sangat
baik. Terbukti 140 orang telah berobat dengan berbagai keluhan. Umumnya sakit
yang mendominasi seperti ISPA dengan 31 kasus, Myalgia 19 kasus, dan Hipertensi
18 kasus,” terang Kadis Kesehatan Boltim dr Jusnan C Mokoginta MARS.
Perdamaian
Antara Pemerintah dengan Newmont
Komisi Lingkungan DPR mempersoalkan langkah pemerintah berdamai dengan PT
Newmont Minahasa Raya dengan membuat good will agreement dalam kasus
mencemarkan lingkungan di Buyat Pante, Minahasa.
Pemerintah, meneken goodwill agreement dengan Newmont. Penandatanganan
dilakukan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie, dan
Wakil Presiden Newmont, Robert Gallagher.
Negosiasi antara pemerintah dan Newmont yang ditandai dengan pemberian
ganti rugi US$ 30 juta adalah pilihan pahit yang harus diambil. Pemerintah
pesimistis memenangkan gugatan banding setelah Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan memenangkan Newmont. Jika banding kalah, pemerintah wajib
merehabilitasi nama Newmont di mata dunia yang memerlukan biaya mahal. Mestinya,
pemerintah melakukan gugatan bandingnya karena putusan hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan janggal. Dalam keputusannya, hakim menilai Menteri Lingkungan
Hidup tak bisa mewakili pemerintah dalam sengketa.
Dengan ‘transaksi’ 30 juta USD antara NMR dengan pemerintah tersebut maka
gugatan pemerintah kepada NMR berhenti. Kasus publik yang menyangkut
kepentingan rakyat berubah menjadi urusan ‘perdata privat’ antara pemerintah
dengan NMR.
6. Simpulkan kasus
tersebut dari kacamata etika bisnis dan termasuk dalam pelanggaran etika yang
seperti apa?
Jawab : Ditinjau dari teori utilitarisme
praktek yang dilakukan PT. NMR amat
bertentangan, tentunya kebijakan PT. NMR dalam membuang tailing ke dasar
perairan teluk buyat hanya menguntungkan segelintir orang saja, yakni para
kapitalis yang mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan
aspek-aspek yang lain. Kalau kita cermati kelompok yang dirugikanlah yang lebih
besar, bukan hanya masyarakat disekitar Teluk Buyat saat itu, melainkan
generasi-generasi yang akan datang di daerah tersebut serta masyarakat dan
bangsa indonesia secara kesleuruhan.
Belum
lagi kalau kita berkaca pada teori Deontologi, tentunya apa yang dilakukan oleh
NMR sangat bertentangan, jika NMR tulus menjalankan misinya sebagai perusahaan
yang peduli terhadap lingkungan, maka sudah menjadi kewajibannyalah untuk
melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem kerja, sistem pembuangan
limbahnya, sikap terhadap masyarakat sekitar, serta melakukan rehabilitasi
setelah ditinggalkan, karena memang itulah kewajibannya!
Dalam
Teori Hak disebutkan bahwa secara individual siapapun tidak pernah boleh
dikorbankan demi mencapai tujuannya. Hal ini tentunya telah dilanggar oleh NMR,
yakni hak-hak masyarakat untuk hidup nyaman, sejahtera, sehat dan layak. Belum
lagi hak alam yang telah dilanggar dengan melakukan eksploitasi untuk mengejar
keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berkaca
pada teori keadilan Distributif yang dikemukakan oleh Beauchamp dan Bowie,
tentunya semua kegiatan negatif NMR telah bertentangan terutama dengan prinsip
hak. Dalam teori tanggung jawab sosial, selain berorientasi ekonomis, saat ini
perusahaan haruslah memiliki orientasi sosial, tentunya aktivitas-aktivitas
yang dimaksud untuk kepentingan masyarakat disekitar perusahaan itu berada. PT.
NMR sepertinya telah memperlihatkan dirinya sebagai perusahaan yang memiliki
tanggung jawab sosial tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya melalui
kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial, diantaranya melalui kegiatan santunan
terhadap masyarakat sekitar. Namun sepertinya kegiatan seperti itu dilakukan
sekedar untuk mencuci nama NMR yang tercoreng akibat kegiatannya yang telah
mencemari lingkungan.
Memandang
aktivitas PT. NMR dari sudut Keadilan Kompensatoris, pencemaran lingkungan
lingkungan yang dilakukan oleh NMR jelas-jelas amat merugikan bagi masyarakat,
syarat-syarat untuk menerapkan agar kewajiban kompensatoris telah berlaku dalam
kasus ini. Pertama, tindakan yang dilakukan oleh PT. NMR merupakan tindakan
yang salah karena telah merugikan masyarakat sekitar akibat terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan serta beberapa efek negatif terhadap penghidupan
serta kehidupan masyarakat sekitar. Selain itu kerugian yang diderita oleh
masyarakat disinyalir akibat kelalaian PT. NMR dalam membuang tailingnya kelaut
(atau mungkin untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya hal ini
disengaja). Kedua, perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan
kerugian, untuk hal yang kedua ini sudah terbukti dan tidak terbantahkan lagi
bahwa apa yang dilakukan oleh PT. NMR daerah Teluk Buyat telah merugikan
masyarakat. Ketiga, kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas. PT. NMR
merupakan suatu badan usaha yang independen dalam arti berusaha sendiri,
melakukan aktivitas bisnis secara sadar, serta tentunya mengetahui apa yang
baik dan buruk bagi lingkungannya.
Untuk
itu sutu kompensasi patut diterima oleh masyarakat sekitar, tentuunya kompensasi
itu diwujudkan oleh PT. NMR tidak hanya menyangkut dengan jumlah nominal
terhadap masyarakat saja, melainkan kompensasi atas alam yang telah dicemari,
yakni dengan melakukan rehabilitasi yang sebaik-baiknya. Sehingga dikemudian
hari lingkungan yang telah ditambang (dieksploitasi), minimal mendekati kondisi
sebelum ditambang.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar